Sabtu, 21 Januari 2012

KERINCI DALAM DILEMA KEPEMIMPINAN

Oleh : Azhari Baharuddin
Mahasiswa Pascasarjana Sains Politik
Universiti Malaya

Tahun 2004 bagi Kerinci boleh dikatakan sebagai tahun yang amat bersejarah, karena pada saat itu rakyat Kerinci untuk pertama kali akan memilih Bupati dan Wakil Bupati secara langsung. Sebagaimana kelaziman yang terjadi, setiap kali event politik digelar biasanya akan selalu diikuti peningkatan ekskalasi suhu politik di tingkat lokal. Lebih-lebih lagi momentum pelaksanaan pilkada pertama secara langsung di Kabupaten Kerinci hampir berdekatan waktunya dengan penyelenggaraan pemilu legislatif dan pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung pada tahun 2004.
Menyangkut waktu penyelenggaraan pilkada 2014, ada anggapan masih terlalu lama kalau dihitung mulai saat ini, oleh karenanya tidak perlu untuk dipikirkan. Sedangkan yang lainnya ada anggapan tahun 2014 adalah waktu yang sangat mepet untuk mempersiapkan proses dan tahapan pilkada agar dapat berjalan aman, damai dan demokratis. Jikalau Pilkada 2014 kita maknai hanya sebagai kegiatan mencoblos dan setelah itu selesai, waktu ke tahun 2014 masih relatif lama. Namun, kalau pilkada kita maknai sebagai suatu proses untuk penguatan demokrasi lokal sebagai ajang untuk melahirkan pemimpin daerah yang memiliki kompetensi, konstituensi, integritas melalui mekanisme pemilihan langsung maka waktu menuju ke tahun 2014 sangatlah singkat. Lebih-lebih pilkada langsung di Kabupaten Kerinci baru dua kali dilaksanakan. Persiapan-persiapan untuk menyonsong pelaksanaan pilkada sudah semestinya dilakukan. Apalagi berhimpitan waktunya dengan persiapan menyongsong pemilu 2014.
Salah satu perubahan mendasar dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan daerah di era otonomi daerah yaitu proses seleksi kepemimpinan eksekutif lokal tidak lagi dipilih dan ditentukan oleh DPRD, tapi langsung oleh rakyat. Output pilkada diharapkan pemimpin eksekutif lokal yang bisa memenuhi preferensi mayoritas masyarakat lokal dan mempercepat terbentuknya pemerintahan daerah yang lebih baik (good governance). Dengan begitu, dari sisi subtansi, pilkada diharapkan bisa melakukan proses seleksi pemimpin yang dinilai rakyatnya terbaik untuk melakukan perubahan-perubahan yang menjanjikan dan memberi manfaat kepada masyarakat luas. Apakah gambaran lahirnya seorang pemimpin produk pilkada tersebut dalam prakteknya bisa diwujudkan? dalam kasus kepemimpinan kepala daerah di beberapa daerah seperti di Kabupaten Jembrana, Solok, Sragen, sosok kepemimpinan kepala daerah di era otonomi daerah bisa mendobrak kemandekan pemerintahan dan menghasilkan contoh keteladanan.
Namun, secara umum hampir di semua daerah proses pilkada belum melahirkan pemimpin yang bisa melakukan perubahan mendasar untuk mempercepat kemajuan daerah, bahkan ada kecenderungan dengan pilkada justru menimbulkan sejumlah persoalan yaitu: Pertama, pilkada ternyata tidak ada hubungan antara pemilih (konstituensi) dengan kompetensi. Seseorang calon kepala daerah walaupun dipilih dengan perolehan suara terbanyak tidak berarti menjadi kepala daerah yang memiliki kemampuan. Karena, dalam realitasnya proses rekrutmen pilkada, aspek kualifikasi kemampuan termarjinalkan oleh faktor popularitas, kemampuan finansial, dan partai politik pengusung. Di sinilah proses seleksi pemimpin menjadi bias karena realitas politik di masyarakat dan partai politik hanya sebatas penarikan dukungan belum sampai pada upaya pencarian pemimpin yang memiliki visi dan kapasitas memimpin pemerintahan. Kualifikasi dan kemampuan seseorang akan dikalahkan ketidakmampuannya dalam mengakses kepentingan partai politik. Kedua, proses pengusungan calon dalam satu paket menimbulkan konflik karena formasinya bisa dilakukan secara beragam. Misalnya, kepala daerah diusung dari PDIP dan wakilnya dari kader Golkar. Bisa juga, calon kepala daerah dari partai politik dan calon wakilnya dari birokrat. Jadi, dalam sistem satu paket, variasi pasangan bisa dari latar belakang yang berbeda. Saat proses pencalonan sampai pada pemilihan tidak ada masalah, namun ketika pasangan itu terpilih dan kemudian memimpin pemerintahan terjadi karena berbagai faktor seperti: kewenangan tidak bisa diimplementasikan secara efektif, kepala daerah/wakil kepala daerah bisa dikendalikan kepentingan partai politik, rebutan pengaruh kekuasaan dan kepentingan rebutan proyek. Ketiga, legitimasi calon terpilih rendah. Aturan main calon kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih dalam UU hanya mensyaratakan 25 %. Ketentuan ini telah menyebabkan terjadinya proses delegitimasi terhadap kepemimpinan kepala daerah. Dengan ketentuan ini seorang kepala daerah bisa terpilih dengan modal dukungan hanya sekitar 25 % dari total pemilih, artinya 75 % pemilih sesungguhnya tidak memberikan dukungan terhadap kepala daerah terpilih. Keempat, ketimpangan dukungan politik dari DPRD. Calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang terpilih bisa berasal dari partai politik yang tidak menguasai suara mayoritas di DPRD. Misalnya, calon terpilih dari PDIP, sementara di DPRD yang menguasai mayoritas adalah Partai Golkar. Apa akibatnya? Jika seni leadership dan kemampuan komunikasi politiknya lemah, berpeluang untuk “dimain-mainkan” bahkan sangat mungkin dicari-cari kesalahan oleh DPRD untuk dijatuhkan kepemimpinanya. Juga, sangat berpeluang terjadi disharmonisasi antara kepala daerah dengan DPRD; yang terjadi bukan bagaimana mengefektifkan penggunaan kekuasaan, tapi adalah bagaimana memperebutkan kekuasaan untuk kepentingan politik sesaat (the politics of opportunities).
Kalangan anggota DPRD merasa sebagai penguasa politik tunggal di daerah yang mengendalikan eksekutif. Saat sama, pemilik atau pengelola keuangan daerah, sebagaimana fungsinya, adalah pemerintah daerah (pemda). Parahnya, sebagian besar (untuk tidak dikatakan semua) anggota DPRD kondisi sosial ekonominya rentan, sementara mereka mengendalikan pihak yang memiliki atau mengelola keuangan (pemda). Maka, tidak heran bila perasaan berkuasa diekspresikan dengan melakukan berbagai tekanan terhadap Bupati atau jajaran pejabat pemda lain sehingga bisa memperoleh uang atau bentuk-bentuk kompensasi materi lain bagi kepentingan pribadi atau kelompok. Dalam kondisi seperti itu, bila pihak pemda bersifat kooperatif dalam arti memahami kehendak terselubung para anggota DPRD, maka bupati akan selamat dari ancaman impeachment. Tetapi, saat itu pula konspirasi yang menyalahgunakan uang negara/rakyat terjadi, karena untuk saling menyelamatkan dan memuaskan tiada lain kompensasinya adalah uang. Proses-proses konspirasi dan penyalahgunaan uang itu berlangsung amat tertutup atau tak bisa secara langsung dipantau masyarakat luas. Sebaliknya, bagi Walikota/bupati yang tak bisa memuaskan atau memenuhi kepentingan materi anggota DPRD, maka akan selalu dibayang-bayangi upaya impeachment. (Laode Ida, 2002)
Kelima, batas-batas kewenangan pejabat politik dan pejabat birokrasi tidak jelas, sehingga kekuasaan menjadi terpusat di kepala daerah. Akibatnya, urusan penyelenggaraan pemerintahan yang lazimnya menjadi kewenangan otoritas birokrasi, bisa diintervensi oleh kepentingan pejabat politik. Fenomena rolling pejabat struktural di pemda dan distribusi alokasi anggaran dalam APBD sangat ditentukan oleh otoritas kepala daerah. Suasana pemerintahan menjadi tidak kondusif dan tidak efektif karena dikalangan pegawai pemda dihantui penuh ketidakpastian jenjang karier. Model kepemimpinan kepala daerah di era otonomi daerah tidak hanya terbentuk dari sistem pilkada langsung, tetapi juga akibat sistem demokratisasi pemerintahan dan konsekuensi tuntutan good governance. Proses demokratisasi pemerintahan dan penerapan good governance menggeser model kepemimpinan pemerintahan yang semula kental dengan konsep memerintah, memberi perintah dalam arti to give orders. Di dalam perkembangan sekarang kepemimpinan pemerintahan lebih menekankan pada kiat mengajak, menggalang, memberdayakan, dan menggairahkan.
Pergeseran model kepemimpinan tersebut, seharusnya didukung sebuah kesadaran masyarakat sebagai pemilih untuk menempatkan dan memposisikan proses pemilihan kepala daerah bukan sekadar persaingan memperebutkan kekuasaan. Tapi secara subtantif harus memunculkan kepala daerah yang memiliki kemampuan memerintah dan bisa melakukan perubahan-perubahan yang lebih baik bagi kemajuan daerah dan masyarakatnya. Jika pilkada berhasil digelar tapi gagal dalam memunculkan kepala daerah yang memilki kapasitas dalam mengelola pemerintahan ke arah perubahan yang lebih baik, maka kita jangan berharap banyak terhadap kemajuan masyarakat dan daerahnya. Oleh sebab itu, sudah saatnya ada pembelajaran politik bagi masyarakat agar bisa secara cerdas mendorong terjadinya proses seleksi calon kepala daerah yang mengedepankan aspek kemampuan dan memiliki keberpihakan untuk memajukan masyarakat dan daerahnya.
Pada tahun 2008 lalu ada 6 pasang calon Bupati dan wakil Bupati Kerinci yang siap berlaga di ajang pilkada. kita banyak belajar dari pilkada sumatera Barat, Gamawan fauzi misalnya dia adalah mantan Bupati solok selama dua periode, gamawan fauzi telah betul-betul berbuat nyata kepada daerah solok, terutama dengan kesuksesannya memberantas korupsi, merealisasi gagasan good govermance, meningkatkan pendapatan asli daerah, serta meningkatkan rata-rata kesejahteraan masyarakat. selama memimpin kabupaten Solok Gamawan Fauzi banyak mendapatkan apresiasi dan pujian, baik itu dari kawan atau lawan politiknya. berkat keberhasilan Gamawan Fauzi dalam memberantas korupsi dan membangun tata pemerintahan yang baik, ia mendapatkan anugerah Anti Korupsi Award dari yayasan Hatta. Ini membuktikan bahwa orang yang sudah berbuat nyata kepada masyarakat walaupun pada level kabupaten, dipastikan gaungnya akan jauh lebih besar, Sehingga bisa menjadi media yang mendongkrak kredibilitas yang bersangkutan sampai pada tingkat provinsi, bahkan juga sampai ketingkat nasional. Calon yang menjadi pesaing Gamawan Fauzi, walaupun sudah mempunyai pengalaman ditingkat nasional, belum mempunyai karya nyata di Sumatera Barat, sehingga walaupun mereka genjar melakukan iklan di berbagai media massa atau dalam forum kampanye lainnya tetap tidak mampu mengalahkan sebuah karya nyata.
Popularitas seorang calon jauh lebih menentukan dari pada dukungan partai politik yang mencalonkannya. Seseorang calon yang merakyat, sederhana, jujur, dan pintar dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat akan mendapat penilaian yang objektif dari masyarakat, walaupun banyak orang yang menfitnahkannya dengan segala macam cara. Reputasi lebih terkait pada kemampuan seseorang dalam menangani sesuatu persoalan dan menyelesaikannya. Sedangkan nama baik adalah rekam jejak kepribadian seseorang, seperti tidak terlibat dalam hal tindak pidana atau tindakan tercela yang sangat merugikan fihak lain.
Melihat gambaran diatas, maka seseorang calon Bupati/wakil bupati, tidaklah cukup hanya bermodalkan nama baik saja, melainkan harus didukung dengan reputasi yang menjadi bukti nyata bahawa dia telah teruji dalam menyelesaikan persoalan publik dengan baik. Jika seseorang calon belum pernah menduduki jabatan publik, ia sudah teruji dalam sebuah organisasi massa atau organisasi sosial atau organisasi usaha dimana dimasa kepemimpinannya, ia berhasil melakukan sesuatu yang cukup penting yang bisa menyelesaikan persoalan orang banyak, sehingga kemampuannya dalam memimpin yang betul-betul mampu dalam menyelesaikan berbagai persoalan.
Dengan demikian, seseorang calon Bupati/wakil bupati setidak-tidaknya sudah berbuat sesuatu terhadap daerah dimana ia dicalonkan, umpamanya mengatasi masalah pengangguran dan kemiskinan dengan membuka lapangan usaha, jika yang bersangkutan seorang pengusaha atau membantu mangatasi masalah anak jalanan atau anak terlantar di sebuah daerah jika yang bersangkutan seorang aktivis organisasi sosial. Akan lebih baik lagi jika seseorang calon jauh-jauh hari sudah membuat proyek percontohan dari beberapa program kerja yang akan dilakukan di kemudian hari. Dengan proyek ini masyarakat bisa melihat bahawa seseorang calon memang betul-betul sudah siap untuk membangun daerahnya.
Kita sekarang berada dalam negara demokrasi pilihlah pemimpin yang betul-betul mempunyai kredibilitas yang tinggi, pemimpin yang mempunyai karya nyata di masyarakat, yang mempunyai reputasi yang baik. jangan percaya dengan janji-janji kampanyenya, pilihan anda menentukan pemimpin Kerinci untuk masa depan dan kita harapkan pemimpin Kerinci masa depan memang betul-betul orang yang menjadikan Kerinci kearah yang lebih baik.

Selasa, 10 Januari 2012

Jaga TNKS, Kerinci Harus Tuntut Kompensasi PBB

Jaga TNKS, Kerinci Harus Tuntut Kompensasi PBB

Oleh :
Yan Salam Wahab

Sebagai daerah yang ikut menjaga Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) sebagai salah satu "paru-paru" dunia, Pemerintah Kerinci United (Sungai Penuh dan kerinci) Harus menuntut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memberikan kompensasi bagi masyarakat di sekeliling kawasan konservasi tersebut.
Isu kompensasi ini Juga telah di diapungkan Pemerintah Prov. Sumbar beberapa tahun lalu kepada pemerintah Indonesia untuk disampaikan pada konferensi PBB tentang perubahan iklim yang berlangsung di Nusa Dua, Bali, kata wakil Gubernur Sumbar waktu itu, Marlis Rahman di Padang.
TNKS memiliki luas 1.375.349,9 hektare berada dalam wilayah 11 kabupaten di Provinsi Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu dan Sumatera Selatan.
Di Kerinci, kawasan TNKS dengan luas total 215.000 Ha, dan menguasai lebih dari 50 % wilayah Kerinci United
Menurut saya, selama ini masyarakat dunia internasional meminta Daerah kawasan TNKS Khususnya dalam lingkup Kerinci United untuk menjaga kelestarian TNKS, tetapi “Rakyat sekitar taman nasional di minta untuk menjaga TNKS malah tidak ada/tidak mendapat kompensasi untuk itu....!!!”.
Seharusnya daerah-daerah yang menjaga TNKS, atau Taman Nasional lainnya di Indonesia berhak dan mesti mendapatkan/menerima kompensasi, sama seperti kompensasi diberikan kepada daerah-daerah penghasil minyak bumi....!
Khusus Kerinci United, dengan pengawasan yang kuat kawasan hutannya termasuk di TNKS masih dinilai baik. Artinya kerusakan kawasan hutan masih terbilang rendah, harusnya ini dihargai dengan kompensasi.
Kompensasi dimaksud adalah adanya bantuan dana untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat di sekeliling hutan. Karena diminta menjaga hutan mereka dilarang menebang kayu padahal itu adalah sumber penghidupannya.
Sumber penghidupan ini yang harus dibantu, dengan dana untuk kegiatan lain, seperti perkebunan atau tanaman kayu industri.
Dalam hal ini, maka PBB dituntut untuk memberikan bantuan dana tersebut, sebagai kompensasi atas terjaganya hutan di Sumatera sebagai "paru-paru" dunia.
Selain kompensasi, Kerinci united harus juga mengajukan isu pemberantasan illegal logging (pembalakan liar) dan lainnya yg mengarah kepada perbuatan mengganggu lingkungan maupun hutan yang merusak lingkungan hidup.
Kami selaku Rakyat Kerinci berharap melalui setiap konferensi-konfrensi PBB tentang perubahan iklim itu, ada rekomendasi bagi daerah-daerah untuk menyelamatkan lingkungannya.
Keharusan ini adalah di bebankan kepada pemerintah untuk berusaha menuntut kompensasi dunia internasional (PBB, red) melalui pemerintah pusat, atas upaya menjaga kelestarian Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS), dan sejumlah hutan lindung sebagai “paru-paru” dunia.
Kita harus hitung berapa hak kompensasi itu berdasarkan rumusan dari nasional. Perhitungan tersebut harus diajukan ke pemerintah pusat untuk selanjutnya disampaikan ke dunia internasional (PBB, red),”
“Rakyat Kerinci United memang berhak mendapatkan dana kompensasi tersebut”.
Menurut kami, ada ketidakadilan pemerintah pusat selama ini, karena Rakyat/Daerah yang memiliki sumber daya alam bahan tambang diberi kompensasi tapi mengapa Rakyat/Daerah yang memiliki dan menjaga hutan tidak diberikan..????
Karena itu, DPRD Kerinci United harus bahkan wajib mendukung upaya Keinginan Rakyat melalui Corong pemerintah Kabupaten/kota serta provinsi dalam menuntut kompensasi menjaga hutan lindung dan taman nasional kepada dunia internasional.
Kawasan hutan taman nasional yang dijaga di Kerinci United mencapai luas 215.000 hektar yakni terdiri dari Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) di kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh.
Selain sebagai “paru-paru dunia” menjaga taman nasional dan hutan lindung ditujukan untuk menjamin ketersediaan sumber daya air, tidak saja bagi penduduk Kerinci United tetapi juga untuk masyarakat Sumbar Bengkulu dan Jambi sendiri.Kemudian untuk mengatur pemanfaatan air dan fungsi ekologis lainnya.
Kawasan hutan lindung juga memiliki fungsi perlindungan sistim penjaga kehidupan seperti pencegahan banjir, pengendalian erosi, pencegahan intrusi air laut dan pemeliharaan kesuburan tanah. Selain hutan lindung, Kerinci United juga memiliki dan menjaga tujuh kawasan konservasi di daerahnya, termasuk areal hutan produksi.
Penjagaan dan pengawasan ini agar kawasan-kawasan tersebut mampu difungsikan untuk upaya pemeliharaan keberagaman hayati, pemenfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan dan perlindungan sistim penyangga kehidupan,
demikian luas dan pentingnya arti serta manfaat dari TNKS tersebut, jadi harus ada harga untuk itu.
JADI LAYAKLAH RAKYAT KERINCI MENDAPATKAN KOMPENSASI UNTUK SEMUA INI….!!!

Senin, 19 Desember 2011

Adirozal: Forbas adalah Mitra Inklusif Pemerintah

KOPI, PADANG PANJANG - Forum Bahtera Serambi (Forbas), lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang advokasi pendidikan, anggaran dan lingkungan hidup, terima tim assessment, Selasa (22/2) di aula STAI Imam Bonjol Padang Panjang.

Sebanyak dua puluh orang peserta diundang oleh Forbas dalam kegiatan assessment kali ini. Peserta yang berasal dari berbagai unsur dan elemen masyarakat tersebut, seperti organisasi mahasiswa, organisasi kepemudaan, unsur professional dan lainnya, dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama adalah mereka yang pernah mengikuti kegiatan-kegiatan Forbas, sedangkan kelompok kedua berasal dari unsur yang belum pernah mengikuti aktivitas lembaga ini.

Pada pertemuan yang diselenggarakan selama satu hari ini, dihadiri tim assessment dari Jakarta, serta tim Pusat Kajian Sosial, Budaya dan Ekonomi (PKSBE) UNP Padang, yang merupakan lembaga partnership Forbas ini, diawali dengan pengisian angket. Angket ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauhmana peserta yang mewakili unsur masyarakat itu mengenal dan mendalami aspek pelayanan publik, pelayanan kesehatan, pendidikan dan sarana prasarana, serta proses penganggaran APBD kota Padang Panjang tiga tahun belakangan di kota Padang Panjang.

Adirozal, ketua Forbas, yang juga mantan wakil walikota Padang Panjang periode 2003-2008, menyampaikan, pengisian angket tersebut digunakan untuk mengukur sejauhmana pemahaman masyarakat mengetahui proses penganggaran APBD dan pengambilan kebijakan pemerintah kota Padang Panjang. Nantinya, lanjut Adirozal, Forbas sebagai mitra inklusif pemerintah dan masyarakat, akan melakukan berbagai upaya dalam rangka perbaikan dan membantu masyarakat untuk kepentingan daerah ini, ujarnya kepada pewarta-indonesia.

“Forbas sebagai salah satu LSM, sama saja keberadaannya dengan lembaga-lembaga lain yang ada di daerah ini. Kami bergerak dan beraktivitas untuk pendampingan masyarakat, mitra pemerintah, serta sebagai lembaga kontrol keterbukaan informasi publik saat ini,” imbuhnya. (nova)

Sumber : http://www.pewarta-indonesia.com/berita/daerah/4238-adirozal-forbas-adalah-mitra-inklusif-pemerintah.html

Minggu, 18 Desember 2011

Presiden Anugerahkan Kalpataru dan Adipura




Jakarta: Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menganugerahkan penghargaan Kalpataru kepada individu - individu yang berperan dalam pelestarian lingkungan, serta anugerah Adipura kepada kota - kota di seluruh Indonesia yang dinilai bersih. Penghargaan diserahkan di Istana Negara hari Senin (12/6), bertepatan dengan peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia Tahun 2006. Hari Lingkungan Hidup Sedunia sendiri jatuh pada tanggal 5 Juni 2006, tetapi baru diperingati sepekan kemudian.

Ada empat kategori penerima Kalpataru. Katagori Perintis Lingkungan diberikan kepada samuel Ngongo Lewu, dari desa Tenggaba, Kecamatan Wewewa Timur, Kabupaten Sumba Barat, provinsi Nusa Tenggara Timur, Abidin Moestakim dari Desa Kayangan, Kecamatan Kayangan Kecamatan Lombok Barat, provinsi Nusa Tenggara Barat, dan Wayan Sutiari Mastoer dari Kelurahan Rungkut Kidul, Kecamatan Rungkut, Surabaya Jawa Timur.

Kategori Pengabdi Lingkungan, penghargaan diberikan kepada Salim dari Kelurahan Pulau Panggang Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, Kabupaten Kepulauan Seribu, Provinsi DKI, dan Agusdin dari Kelurahan Karang Joang, Kecamatan Balikpapan Utara, Provinsi Kalimantan Timur.

Penghargaan Kategori Penyelamat Lingkungan diberikan kepada Komunitas Anak Dalam Air Hitam Bukit Duabelas, Desa Pematang Kabau, Kecamatan Air Hitam, Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi, serta Kelompok Tani Murakapi desa Jabung Kacamatan Panekan Kabupaten Magetan, Provinsi Jawa Timur, dan Club Pencinta Alam Hirosi Desa Hinekombe, Kecamatan Sentani, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua.

Kategori Pembina Lingkungan, penghargaan diberikan kepada A.A Gde Agung Bharata dari Desa Gianyar, Kecamatan Gianyar, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali, dan dr.H.Jusuf Serang Kasim, Kelurahan Kampung I SKIP Kecamatan Tarakan Tengah, Kota Tarakan, Provinsi Kalimantan Timur, serta Dr.(HC) K.H Abdul Ghofur dari Desa Banjarwati Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan, Provinsi Jawa Timur.

Sedangkan untuk anugerah Adipura diserahkan kepada 4 kategori kota, masing-masing Kota Metropolitan ( 7 kota ), Kota Besar (4 kota), Kota Sedang (16 kota) dan kategori Kota Kecil kepada 18 kota. Peraih Adipura untuk kategori Kota Metropolitan adalah Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Surabaya, Jakarta Barat, Jakarta Timur, Medan dan Semarang.

Untuk kategori Kota Besar, Adipura diberikan kepada kota Pekanbaru, Padang, Denpasar, dan Balikpapan. Kategori Kota Sedang diberikan kepada kota Bengkulu, Blitar, Rejang Lebong, Gorontalo, Gresik, Jepara, Jombanng, Lumajang, Madiun, Palopo, Pare - Pare, Payakumbuh, Pematang Siantar, Tanjung Pinang, dan Tulungagung. Sedang kategori Kota Kecil diberikan kepada kota Bangli, Gianyar, Karangasem, Bengkulu Utara, Kolaka, Klungkung, Sragen, Padang Panjang, Buleleng, Lampung Utara, Tabanan, Badung, Lampung Selatan, Boyolali, Muara Enim, Bangka, Musi Banyuasin, dan Magetan.

Seusai menyampaikan sambutan, Presiden SBY menandatangani sampul hari pertama perangko seri Peduli Lingkungan Hidup yang akan menjadi koleksi dari Museum Perangko yang ada di Taman Mini Indonesia Indah.(nnf)

Bisakah Ini Terwujud di Kabupaten Kerinci ?

Setelah berkeliling didunia maya, tanpa sengaja saya membaca sebuah artikel yang benar-benar membuat saya terharu sekaligus bangga, betapa tidak seorang putra Kerinci yang menjadi Wakil Kepala Pemerintahan tepatnya Wakil Walikota Padang Panjang ternyata berhasil membangun kota dengan julukan "Serambi Mekkah" disegala bidang terutama bidang Kesehatan.Berikut saya lampirkan cuplikannya.

Kamis, 12 Juni 2008

Sarana Kesehatan

Jaringan pelayanan kesehatan di Kota Padang Panjang tersebar di dua kecamatan yang ada. Kota Padang Panjang mempunyai tiga buah Rumah Sakit. Dua buah Rumas Sakit Umum Pemerintah Daerah dan satu lagi Rumah Sakit Islam milik Yayasan Rumah Sakit Islam (RSI Yarsi). Rumah Sakit Umum lama Kota Padang Panjang bisa menampung 60 orang pasien di dalam 6 ruang bangsal (IGD dan bersalin). Sementara itu Rumah Sakit Modern baru Kota Padang Panjang yang terletak di kawasan yang dikelilingi panorama indah di kelurahan Ganting Gunung menyelenggarakan pelayanan medis (Gigi, mata, kebidanan, bedah, penyakit dalam, anak, THT, roentgen, syaraf) dan sebuah Unit Instalasi Gawat Darurat yang siap sedia 24 jam.

Selain Rumah Sakit Umum, Pemerintah Kota Padang Panjang juga menyediakan dua Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) dan tujuh Puskesmas Pembantu yang tersebar merata di kedua Kecamatan yang ada. Puskesmas menyelenggarakan pelayanan kesehatan meliputi klinik bayi, kesehatan ibu, bantuan untuk orang yang cacat, serta rujuk ke Dokter Spesialis.

RSI Yarsi adalah sebuah Rumah Sakit Swasta yang dilengkapi prasarana tempat tidur sebanyak 50 buah. Rumah Sakit ini melayani perawatan bedah, ibu hamil, paediatric dan perawatan medis, dan lain-lain.

Satu lagi terobosan baru dalam hal pelayanan kesehatan yang berhasil diraih pemerintah daerah Kota Padang Panjang di era Suir Syam - Adirozal ini adalah seluruh warga kota serambi mekah ini bisa menikmati layanan berobat gratis di RSUD dan Puskesmas-Puskesmas dengan menggunakan KTP, dalam arti setiap jiwa yang sudah terdaftar sebagai penduduk yang berdomisili di Padang Panjang sudah dibayarkan premi asuransi kesehatannya kepada PT. ASKES dengan anggaran APBD.

Kebijakan pemerataan pelayanan kesehatan bagi masyarakat Kota Padang Panjang perlu didukung dengan Sumber Daya Manusia (SDM) maupun sarana dan prasarana kesehatan yang memadai. Hal ini disebabkan jangkauan pelayanan pada jajaran kesehatan di Kota Padang Panjang tidak hanya melayani pasien yang berasal dari Kota Padang Panjang sendiri namun juga pasien dari daerah tetangga termasuk Kecamatan Batipuh X Koto dan 2x11 Enam Lingkung.

di : http://ayokepadangpanjang.blogspot.com/2008/06/sarana-kesehatan.html


Pertanyaannya, apakah beliau bisa mewujudkannya di Kabupaten Kerinci ?
Untuk itu, tidak ada yang perlu diragukan lagi dari sosok DR. H. Adirozal M.Si, karena beliau sudah membuktikannya didaerah lain. Mari kita berikan dukungan sepenuhnya agar beliau dapat memimpin Kabupaten Kerinci 2013-2018 menuju Kerinci Yang Lebih Maju, Sejahtera dan Mandiri.

PRAKTIK ‘KATABELECE’ MARAK : Moral Siswa Makin Buruk

Pd.Panjang - Singgalang Mantan Wakil Walikota Padang Panjang, H. Adirozal menyoroti praktik ‘katabelece’ dalam penerimaan siswa baru yang semakin marak.
Anak yang seharusnya tidak bisa diterima di sekolah negeri tertentu, tetap bisa lolos lantaran ada katabelece dari pejabat, anggota dewan dan pihak-pihak lainnya.
“Ini bukan isu atau fitnah, tapi fakta yang sesungguhnya. Pada awal tahun ajaran baru lalu, saya banyak dapat informasi tentang praktik kotor tersebut. Jika praktik semacam ini dibiarkan, maka mutu pendidikan kita akan semakin turun,” tegas Adirozal ketika ditemui Singgalang di kediamannya Senin (29/11) malam lalu.
Masih berkaitan dengan pendidikan, Adirozal mengaku prihatin melihat moral para siswa yang semakin buruk. Jilbab bagi kebanyakan siswa perempuan hanya formalitas di sekolah, sementara ketika berada di luar sekolah jilbabnya dibuka.
Pada kesempatan itu, Adirozal juga menilai visi dan misi Kota Padang Panjang saat ini masih bagus dan relevan dengan kondisi daerah. Hanya saja, implementasi dari visi dan misi itu kurang fokus, sehingga hasilnya belum memuaskan masyarakat.
“Visi kesehatan dan pendidikan misalnya, Pemko menggratiskan biaya berobat bagi seluruh warga dan SPP bagi seluruh siswa. Ini jelas tidak tepat, karena seharusnya yang dibantu hanyalah masyarakat tidak mampu,” katanya.
Menurut Adirozal, menyamaratakan antara masyarakat miskin dan kaya hanya terjadi pada negara sosialis, sementara Indonesia (termasuk Padang Panjang) bukanlah sosialis. Sebagai kota yang menjunjung tinggi ajaran Islam, seharusnya yang digratiskan itu hanyalah masyarakat tidak mampu.
“Yang mampu silahkan bayar, yang tidak harus dibantu, itulah kebijakan yang harus ditempuh. Kalau yang dibantu hanya yang miskin, tentu saja akan ada sisa dana dan itu bisa digunakan untuk kepentingan lainnya yang lebih bermanfaat. Saya yakin, kalau hal ini dilakukan Pemko, visi-misi itu akan lebih cepat terwujud,” ucapnya.
Masih terkait dengan kesehatan, ia menilai Pemko setempat juga tidak fokus dalam prioritas pelayanan. RSUD selalu mendapat perha tian besar, sementara Puskes- mas terkesan diabaikan. Pa dahal, Puskesmas berada di garda terdepan dalam mem berikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | coupon codes